SULUHNTB.COM — Di tengah derasnya arus informasi dan kemudahan mengakses media sosial, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menegaskan pentingnya menjaga etika dalam berpendapat di ruang publik digital.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Kominfotik) NTB, Yusron Hadi, mengingatkan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara, namun harus dilakukan secara bertanggung jawab dan bermartabat.
Dalam siaran pers yang dirilis Minggu, 22 Juni 2025, Kadis Kominfotik menyampaikan bahwa setiap kritik dari masyarakat kepada pemerintah akan selalu diperhatikan. Namun, ketika kritik tersebut berubah menjadi ujaran kebencian, fitnah, atau penghinaan terhadap pribadi maupun jabatan publik, tindakan tegas wajib diambil.
“Kebebasan berpendapat adalah bagian dari demokrasi. Tapi jika telah masuk dalam kategori ujaran kebencian, maka harus ditindak sesuai hukum yang berlaku,” ujar Yusron.
Kasus Abiman Jadi Contoh: Kritik Boleh, Tapi Jangan Hina
Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya unggahan media sosial dari akun bernama Abiman Abiman yang dinilai menghina Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal. Menanggapi hal tersebut, pihak berwajib telah mengambil langkah hukum dan saat ini proses penyelidikan tengah berjalan.
“Kita hormati proses hukum yang sedang berlangsung dan sepenuhnya mendukung langkah pihak kepolisian,” tegas Yusron.
Menurutnya, tindakan tegas diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang dan bisa menjadi pelajaran bagi seluruh pengguna media sosial, baik di NTB maupun di seluruh Indonesia.
Etika Digital Jadi Kebutuhan Mendesak
Di era keterbukaan informasi ini, media sosial telah menjadi sarana utama masyarakat menyuarakan opini. Namun, fenomena kebebasan yang tanpa batas justru kerap disalahgunakan. Yusron menilai bahwa banyak warganet belum memahami batas antara kritik membangun dengan hinaan atau pencemaran nama baik.
“Media sosial bukan tempat untuk melampiaskan kebencian atau menghina seseorang,” tegasnya. “Kita semua harus sadar bahwa setiap unggahan di internet memiliki konsekuensi hukum dan sosial.”
Dalam konteks kebebasan berpendapat, UU ITE dan KUHP menjadi payung hukum yang harus dipahami masyarakat. Pasal-pasal tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian bukanlah ancaman terhadap demokrasi, tetapi justru bentuk perlindungan bagi semua pihak.
Pemprov Ajak Masyarakat Gunakan Media Sosial Secara Sehat
Pemerintah Provinsi NTB juga menyampaikan ajakan kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Kebebasan berekspresi tetap dijamin, tetapi harus dilakukan dengan mematuhi norma hukum, etika, dan sopan santun.
“Kita ingin membangun ruang digital yang sehat, edukatif, dan tidak saling menjatuhkan,” ujar Kadis Kominfotik. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan media sosial sebagai sarana membangun NTB yang lebih baik, bukan merusaknya dengan konten negatif.
Yusron menambahkan bahwa pemerintah sangat terbuka terhadap masukan dan kritik. Namun, ia menegaskan bahwa aspirasi harus disampaikan dengan santun dan menggunakan kanal yang tepat.
Ujaran Kebencian: Ancaman Nyata bagi Demokrasi Digital
Ujaran kebencian bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga masalah moral dan sosial. Ketika media sosial dijadikan tempat menyebarkan provokasi atau merusak nama baik seseorang, maka secara tidak langsung merusak tatanan demokrasi.
Menurut para pakar, ujaran kebencian berpotensi memicu perpecahan sosial, menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi negara, bahkan menciptakan kekacauan di dunia nyata. Oleh karena itu, edukasi digital menjadi salah satu solusi jangka panjang yang harus digalakkan pemerintah dan masyarakat.
Peran Penting Literasi Digital
Dalam upaya mencegah penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian, literasi digital harus diperkuat. Pemerintah Provinsi NTB, melalui Dinas Kominfotik, terus mendorong program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, terutama generasi muda yang aktif di media sosial.
“Literasi digital bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal bagaimana bersikap, berpikir kritis, dan bertanggung jawab di ruang digital,” ungkap Yusron.
Ia menyebutkan bahwa berbagai pelatihan, seminar, dan diskusi publik telah digelar guna menumbuhkan budaya komunikasi digital yang sehat. Harapannya, masyarakat NTB dapat menjadi contoh dalam memanfaatkan media sosial secara bijak dan konstruktif.
Penegakan Hukum Bukan Intimidasi, Tapi Edukasi
Dalam menanggapi kasus ujaran kebencian, pemerintah daerah menegaskan bahwa langkah hukum yang diambil bukan untuk membungkam kritik. Sebaliknya, ini adalah bentuk edukasi bahwa setiap kebebasan harus diimbangi dengan tanggung jawab.
“Proses hukum harus dilihat sebagai upaya edukatif, bukan intimidatif,” kata Yusron.
Ia berharap bahwa penanganan kasus Abiman tidak disalahartikan sebagai antikritik, melainkan sebagai komitmen untuk menjaga etika dalam ruang publik digital.
Arah Masa Depan NTB dalam Komunikasi Digital
Pemerintah NTB berkomitmen untuk terus menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan sehat. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan media menjadi kunci utama dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian.
Yusron menegaskan kembali bahwa kritik tetap dibutuhkan untuk kemajuan daerah, asalkan dilakukan secara santun dan membangun. Ia juga mengingatkan bahwa Gubernur NTB sangat terbuka terhadap saran dan masukan, asalkan disampaikan secara elegan dan berdasarkan fakta. ***
Penulis : SN-07
Editor : SuluhNTB Editor