SULUHNTB.COM — Dunia politik Nusa Tenggara Barat kembali diguncang. Kali ini datang dari temuan yang diungkap Direktur Lombok Global Institut (Logis) NTB, M. Fihiruddin.
Ia secara terbuka membongkar dugaan penyalahgunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dialihkan menjadi Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) oleh sejumlah anggota DPRD NTB.
Dalam konferensi pers yang digelar Selasa (24/6/2025), Fihiruddin menyebut bahwa jumlah dana DBHCHT yang disulap menjadi pokir anggota dewan tidak main-main.
Ia bahkan menegaskan sudah memiliki data lengkap terkait distribusi dana tersebut. Mulai dari siapa yang mendapatkan, berapa jumlahnya, hingga lokasi penyalurannya.
“Datanya sudah saya pegang. Siapa dapat berapa, tempatnya di mana, by name by address semua sudah saya pegang. Kita akan segera laporkan para mafia ini,” tegas Fihiruddin di hadapan sejumlah wartawan.
Dana DBHCHT: Untuk Siapa dan Harusnya Kemana?
Fihiruddin menyoroti bahwa DBHCHT sejatinya adalah dana yang bersumber dari pungutan cukai hasil tembakau, yang tujuannya untuk mendukung sektor-sektor prioritas.
Berdasarkan aturan terbaru, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215/PMK.07/2021 beserta perubahan terakhirnya, penggunaan dana DBHCHT telah diatur dengan rinci.
Setidaknya ada tiga bidang utama penerima manfaat dari dana tersebut:
1. Kesejahteraan Masyarakat (minimal 50%)
Digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan baku, termasuk mendukung petani tembakau.
Selain itu, dana ini dialokasikan untuk membina industri kecil menengah (IKM) rokok legal, melaksanakan pelatihan bagi buruh rokok, hingga program padat karya.
2. Penegakan Hukum (maksimal 10%)
Fokus pada pemberantasan rokok ilegal, kegiatan sosialisasi, operasi pasar, peningkatan kapasitas aparat, serta koordinasi antara Bea Cukai, Satpol PP, dan aparat terkait lainnya.
3. Kesehatan (maksimal 40%)
Dialokasikan untuk membiayai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi masyarakat miskin, meningkatkan pelayanan kesehatan, serta melakukan pencegahan penyakit akibat konsumsi rokok.
Namun, menurut Fihiruddin, fakta di lapangan jauh dari harapan. Alih-alih digunakan untuk pemberdayaan petani dan sektor kesehatan atau penegakan hukum, dana tersebut justru diduga kuat dialokasikan menjadi pokir sejumlah pimpinan dan anggota DPRD NTB.
“Dari sisi azaz manfaat, ini sangat tidak masuk akal. Dana yang semestinya untuk petani malah diarahkan ke pokir. Jelas-jelas ini tidak memberi manfaat langsung kepada petani tembakau, yang justru menjadi pihak yang seharusnya paling berhak,” tegasnya.
Fihiruddin: DPRD Jangan Bersembunyi Seperti Pencopet!
Fihiruddin tak segan-segan melontarkan kritik tajam kepada para anggota DPRD NTB yang diduga terlibat. Ia menyebut, sikap sebagian legislator yang mencoba melempar kesalahan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) adalah manuver untuk cuci tangan.
“Mustahil DPRD tidak tahu dalam proses penyusunannya. Mereka pasti paham dan diduga terlibat langsung. Teman-teman dewan ini jangan seperti pencopet yang kemudian bersembunyi di tengah keramaian. Begitu barang yang dicopet sudah di tangan, dia melempar tanggung jawab ke pencopet yang lain,” kritik Fihiruddin.
Ia juga mengingatkan bahwa DBHCHT adalah dana yang bersumber dari masyarakat, sehingga semestinya kembali ke masyarakat, terutama kepada para petani tembakau dan buruh yang selama ini menjadi tulang punggung penerimaan negara dari sektor cukai.
Angka Fantastis DBHCHT NTB: Siapa Menikmati?
Dari data yang berhasil dihimpun oleh Logis NTB, jumlah total DBHCHT yang diterima Provinsi NTB pada tahun 2025 mencapai angka Rp 673 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 162 miliar dialokasikan untuk Pemprov NTB, sedangkan sisanya tersebar ke 10 kabupaten/kota di seluruh NTB.
Fihiruddin menegaskan bahwa sebagian besar pengaturan alokasi dana ini diduga kuat dikendalikan oleh pimpinan DPRD NTB. Ia menyatakan, proses distribusi dana tersebut sudah tidak sesuai dengan tujuan utama DBHCHT sebagaimana diatur dalam peraturan.
“Ini kan kebanyakan yang atur adalah pimpinan, jangan pura-pura. Yang jelas, kami akan bongkar semua ini,” ucapnya dengan tegas.
Mafia Anggaran Harus Diusut Tuntas
Lebih jauh, Fihiruddin menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada sekadar membuka data ke publik. Ia berkomitmen untuk membawa temuan ini ke jalur hukum.
Semua nama, jumlah, dan lokasi penerima akan diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
“Kita akan segera laporkan para mafia ini. Kami tidak ingin uang rakyat terus-menerus dirampok atas nama program aspirasi,” pungkasnya.
Ia pun meminta aparat penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk ikut menelusuri dugaan penyelewengan ini secara serius.
Mengapa DBHCHT Selalu Jadi Sasaran?
Dalam catatan publik, DBHCHT kerap menjadi sorotan karena besarnya nilai dana yang masuk ke daerah setiap tahun.
Namun ironisnya, penyaluran dana ini tidak jarang memicu kontroversi, mulai dari alokasi yang tidak tepat sasaran hingga dugaan praktik-praktik rente dan mafia anggaran.
Di NTB sendiri, alokasi DBHCHT seharusnya menjadi peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau yang tersebar di Lombok Timur, Lombok Tengah, Sumbawa, dan beberapa wilayah lainnya. Selain itu, dana ini sangat penting untuk memperkuat pelayanan kesehatan, utamanya untuk kelompok masyarakat miskin.
Sayangnya, dugaan yang diungkap Logis NTB menunjukkan bahwa pengelolaan dana ini justru berpotensi menjadi bancakan elite politik daerah.
Publik Menunggu Transparansi dan Aksi Nyata
Munculnya dugaan DBHCHT menjadi bancakan pokir DPRD NTB memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat.
Banyak pihak mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), hingga lembaga penegak hukum segera turun tangan.
Masyarakat berharap, Gubernur NTB Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal juga segera melakukan audit internal dan mendorong transparansi dalam pengelolaan DBHCHT. Apalagi di tengah kebutuhan peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, hingga dukungan ekonomi bagi petani.
Logis NTB Siap Buka Data ke Publik
Sebagai penutup, Fihiruddin menyatakan pihaknya siap membuka seluruh data yang sudah dikumpulkan kepada publik, jika proses penegakan hukum tidak berjalan transparan. Menurutnya, publik berhak tahu bagaimana dana ratusan miliar ini dikelola dan siapa yang menikmatinya.
“Kalau memang tidak ada penindakan, maka kita buka semua ke publik. Karena ini adalah hak masyarakat untuk tahu. Jangan lagi ada mafia anggaran berkeliaran di NTB,” tegasnya. (***)
Penulis : SN-05
Editor : SuluhNTB Editor