SULUHNTB.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda, menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada Rabu, 13 Agustus 2025. Pemeriksaan ini terkait dugaan keberadaan dana tidak resmi atau yang disebut “uang siluman” dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyerahan dan pengelolaan Anggaran Pokok-pokok Pikiran (Pokir) tahun 2025.
Baiq Isvie terlihat keluar dari ruang pemeriksaan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB sekitar pukul 12.50 Wita. Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut menyampaikan bahwa dirinya datang memenuhi panggilan penyidik sebagai warga negara yang taat hukum.
“Iya, saya dipanggil oleh Kejati untuk dimintai keterangan, dan alhamdulillah saya sudah menyelesaikan semuanya,” ujar Isvie saat ditemui sejumlah jurnalis di lobi Kejati NTB.
Meskipun demikian, Isvie enggan membeberkan secara rinci materi pemeriksaan yang dijalaninya. Ia meminta agar wartawan menanyakan langsung kepada pihak penyidik mengenai substansi pertanyaan yang diajukan. “Jumlah pertanyaan saya tidak catat, jadi tidak tahu pasti,” ungkapnya singkat.
Ketika ditanya mengenai dugaan adanya uang “siluman” yang disebut-sebut mencapai ratusan juta rupiah dan diduga menjadi fee dalam pengelolaan anggaran pokir, Isvie memilih untuk tidak memberikan komentar lebih jauh. Ia hanya menegaskan bahwa semua keterangan terkait kasus tersebut sudah berada di tangan penyidik.
“Saya tidak tahu, tanyakan saja ke penyidik. Semuanya sudah di penyidik,” ucap Isvie sambil meninggalkan awak media dan masuk ke mobil pribadinya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati NTB, Efrien Saputera, membenarkan bahwa Ketua DPRD NTB diperiksa dalam kapasitasnya untuk memberikan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan anggaran pokir tahun 2025. “Benar, beliau datang untuk memberikan keterangan kepada penyidik pidana khusus Kejati NTB,” kata Efrien.
Sebelumnya, Kejati NTB telah memeriksa sejumlah pihak terkait kasus ini, termasuk beberapa anggota DPRD NTB, istri mantan Bupati Lombok Barat, dan pihak-pihak lain yang diduga mengetahui aliran dana tersebut. Penyelidikan kasus ini terus bergulir, mengingat anggaran pokir merupakan bagian dari dana aspirasi yang seharusnya digunakan untuk membiayai program prioritas yang telah disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif***