SULUHNTB.COM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan keseriusan dalam menangani persoalan kemiskinan ekstrem yang masih menjadi tantangan besar di beberapa wilayah.
Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan konferensi pers bertajuk “Meretas Jalan Entaskan Kemiskinan Ekstrem di NTB” yang digelar Rabu pagi, 18 Juni 2025, bertempat di Command Centre UPTD Pusat Layanan Digital, Komplek Kantor Gubernur NTB.
Kegiatan ini menjadi ruang dialog terbuka yang mempertemukan pemerintah daerah, akademisi, dan unsur masyarakat sipil dalam menyusun strategi bersama guna mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem. Tidak hanya sebagai ajang sosialisasi, konferensi ini juga menjadi titik awal untuk menyatukan langkah menuju NTB yang lebih sejahtera.
Dalam pemaparannya, Ir. H. Badrul Munir, M.M., mantan Wakil Gubernur NTB periode 2008–2013, menyampaikan bahwa keberhasilan penanggulangan kemiskinan tidak bisa dilepaskan dari keberanian untuk bertindak berdasarkan potensi daerah dan pemetaan wilayah yang akurat.
“NTB memiliki banyak sumber daya. Kuncinya adalah integrasi program dan kemauan politik yang kuat. Tidak cukup hanya data, tapi harus ada tindakan nyata di lapangan, berdasarkan pembelajaran dan pengalaman pengentasan kemiskinan pada periode 2008-2013 mencapai 6,56 persen dalam kurun waktu lima tahun. Capaian paling tinggi selama 20 tahun terakhir. Implementasinya dari dua pendekatan dan empat klaster. Dua pendekatan tersebut adalah Pendekatan Kawasan yaitu kabupaten, kota, dan desa; serta Pendekatan Komoditi (Pijar: Sapi Jagung dan Rumput Laut),” ungkapnya.
Pentingnya pendekatan lokal dalam merancang kebijakan pengentasan kemiskinan juga ditekankan oleh Prof. Dr. H. Mansur Afifi. Ia menjelaskan bahwa penanganan masalah kemiskinan ekstrem tidak bisa dilakukan secara sektoral atau sporadis, melainkan harus melalui reformasi struktural dan keberpihakan anggaran terhadap kelompok yang paling terdampak.
“Kemiskinan ekstrem itu soal keadilan. Negara dan daerah harus hadir dalam bentuk anggaran, program afirmatif, dan monitoring yang ketat,” ujarnya.
Menurutnya, penyelesaian persoalan kemiskinan harus berangkat dari pemahaman mendalam terhadap akar historisnya. Strategi yang kini relevan meliputi peningkatan pendapatan rumah tangga, pengurangan beban biaya hidup, dan upaya menekan jumlah kantong-kantong kemiskinan yang masih ada di banyak titik di NTB.
Dari sudut pandang perencanaan teknis, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda NTB, Iskandar Zulkarnain, menjelaskan bahwa pemerintah daerah mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 dalam menyusun strategi pengentasan kemiskinan ekstrem. Ada tiga pendekatan yang diusung dalam kebijakan ini, yakni: meningkatkan pendapatan masyarakat, menurunkan beban pengeluaran, dan menghapus wilayah kantong kemiskinan secara terstruktur.
Upaya ini juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor seperti sektor pertanian, UMKM, perikanan, ketahanan pangan, pendidikan, hingga infrastruktur dasar yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat rentan.
“Untuk kemiskinan ekstrem 2,04 dengan jumlah 119.000 orang ini sudah dipetakan di tiap-tiap kabupaten dan sudah ada by name by address. Sudah ada di Bappeda. Ini menjadi basis intervensi konkret dan tepat sasaran,” tegas Iskandar.
Pendekatan berbasis data mikro ini memungkinkan intervensi yang lebih spesifik dan efisien. Artinya, bantuan maupun program pemberdayaan bisa langsung menyasar individu atau keluarga yang masuk kategori miskin ekstrem, tanpa terbuang ke lapisan non-prioritas.
Di tengah banyaknya tantangan, upaya bersama yang dikawal dari sisi kebijakan, keilmuan, dan teknokratik ini mencerminkan model kolaboratif yang semakin menjadi kebutuhan dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks NTB, pendekatan tersebut diharapkan dapat menjawab realita bahwa kemiskinan tidak hanya soal ekonomi, melainkan juga soal ketimpangan sosial, pendidikan, dan akses terhadap pelayanan dasar.
Konferensi pers ini juga menjadi refleksi penting bagi publik NTB untuk menilai apakah program-program pembangunan daerah sudah menyasar kelompok rentan secara maksimal. Sebab selama ini, kemiskinan ekstrem kerap tersembunyi di balik statistik rata-rata yang menyesatkan, sementara warga yang benar-benar membutuhkan kerap terabaikan.
Menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan dan partisipasi publik, para pembicara sepakat bahwa jalan keluar dari kemiskinan ekstrem bukan hanya soal bantuan jangka pendek, tapi lebih kepada pembenahan sistem, pola pendampingan yang menyeluruh, serta penciptaan ruang usaha dan kerja yang adil.
Sebagaimana tema yang diangkat dalam forum ini, meretas jalan berarti menembus sekat-sekat yang menghambat, termasuk mentalitas birokrasi yang lamban, koordinasi lintas sektor yang belum solid, serta lemahnya pengawasan dan evaluasi program.
NTB sendiri telah mencanangkan visi besar “NTB Makmur Mendunia” sebagai arah utama pembangunan daerah. Untuk mencapai itu, kesejahteraan inklusif menjadi syarat mutlak. Tidak ada keberhasilan pembangunan jika masih ada masyarakat yang hidup di bawah garis ekstrem, tanpa akses pendidikan layak, air bersih, dan layanan kesehatan dasar.
Dengan seluruh rangkaian inisiatif yang dirancang dan didorong dari berbagai sisi, Pemerintah NTB berharap masyarakat tidak hanya menjadi objek bantuan, tetapi juga subjek utama dalam mengubah nasibnya. Program pemberdayaan, edukasi literasi keuangan, hingga pembukaan akses pasar bagi pelaku UMKM menjadi bagian integral dari upaya keluar dari jerat kemiskinan.
Ke depan, pemerintah daerah juga diharapkan terus memperbaiki tata kelola data, melakukan pendampingan yang lebih intensif, dan menciptakan ruang partisipasi warga dalam merumuskan serta mengevaluasi program yang menyentuh kebutuhan dasar mereka.
Dengan kolaborasi lintas generasi pemimpin, lintas sektor, serta pemanfaatan teknologi digital dan data akurat, NTB diyakini mampu mempercepat langkah keluar dari kemiskinan ekstrem dan melaju menuju kesejahteraan yang menyeluruh, berkeadilan, dan berkelanjutan. ***