SULUHNTB.COM – Di tengah sorotan dan kritik publik, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) akhirnya angkat bicara.
Klarifikasi disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik NTB, H. Yusron Hadi, atas dugaan kecurangan dalam seleksi kepala sekolah tingkat SMA dan SMK yang kini sedang menjadi bahan pembicaraan hangat.
Bukan sekadar membantah, Yusron hadir dengan data, konteks, dan kerangka kebijakan yang menjelaskan duduk perkara dari polemik ini.
Ia mewakili Gubernur NTB menyampaikan bahwa proses seleksi kepala SMA dan SMK tahun ini dilakukan secara bertahap, berdasarkan regulasi nasional dan keterbatasan alokasi pusat.
Di balik angka-angka dan kebijakan, ada cerita tentang kebutuhan dunia pendidikan yang nyata, tentang 54 sekolah menengah atas dan kejuruan di NTB yang kini membutuhkan pemimpin definitif.
Di tengah keterbatasan, pemerintah daerah berupaya menjembatani aspirasi masyarakat, tanggung jawab pendidikan, dan kebijakan pusat.
54 Posisi yang Perlu Diisi
Yusron memulai klarifikasinya dengan memaparkan fakta dasar: saat ini terdapat 43 posisi kepala sekolah yang lowong di NTB.
“Ditambah 11 kepala sekolah yang sebentar lagi memasuki masa purna tugas, maka jumlah total yang akan diseleksi menjadi 54,”jelasnya dalam keterangan pers yang diterima SULUHNTB.COM, Rabu (23/07)
Namun, di tengah kebutuhan besar itu, Kementerian Pendidikan hanya mengalokasikan 18 posisi kepala sekolah untuk diisi tahun ini.
Sementara sisa 36 posisi akan diupayakan pengisiannya lewat mekanisme APBD Perubahan 2025.
“Artinya, tidak semua bisa diselesaikan sekaligus tahun ini. Tapi pemerintah daerah tidak tinggal diam,” ujarnya.
Antusiasme Tinggi, Seleksi Ketat
Ketika pendaftaran dibuka, sambutan dari para pendidik luar biasa. Sebanyak 551 orang mendaftar.
Namun sesuai aturan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025, karena hanya ada 18 formasi, maka dibutuhkan dua kali jumlah itu — 36 nama — untuk diusulkan ke pusat.
Proses seleksi teknis dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB. Mereka menyaring dari ratusan nama menjadi 36 yang paling memenuhi syarat.
“Seleksi ini tidak asal tunjuk. Ada kriteria, ada evaluasi, dan semuanya dijalankan oleh Dinas Dikbud sesuai ketentuan,” tegas Yusron.
Yang menarik, proses ini kemudian berakhir di Kementerian. “Kita hanya mengusulkan. Siapa yang akan mengisi 18 formasi itu, keputusannya ada di tangan pusat.
Termasuk anggarannya. Jadi kalau ada yang menduga seolah-olah ditentukan secara sepihak di daerah, itu keliru besar,” katanya dengan nada tenang.
Membangun Narasi Positif di Tengah Suara Negatif
Yusron memahami jika ada pihak-pihak yang kecewa karena tidak lolos. Kritik dan komplain, menurutnya, bagian dari dinamika dalam sebuah proses seleksi terbuka.
“Kami maklumi. Tapi mari juga berprasangka baik. Proses ini berjalan dengan niat baik dan dalam bingkai regulasi,” ucapnya.
Ia mengajak publik untuk tidak terburu-buru menuding atau mengaitkan proses seleksi ini dengan isu-isu negatif seperti kecurangan atau pelecehan terhadap prinsip meritokrasi. “Terlalu dini untuk menyimpulkan hal seperti itu,” imbuhnya.
Sebagai mantan Kadis Pariwisata NTB yang kini menangani komunikasi pemerintahan, Yusron cukup piawai dalam meredakan polemik dengan pendekatan naratif.
Ia tidak sekadar menjelaskan, tetapi juga mengajak publik untuk memahami konteks yang lebih besar.
Harapan Terbuka untuk Seleksi Lanjutan
Sebagai penutup klarifikasinya, Yusron menyampaikan kabar baik. “Melalui APBD Perubahan 2025, seleksi untuk 36 posisi kepala sekolah yang belum terisi juga akan dibuka. Ini bukti bahwa pemerintah tidak menutup ruang bagi siapa pun yang memenuhi syarat untuk ikut serta,” katanya.
Ia mengajak seluruh tenaga pendidik dan pemangku kepentingan pendidikan di NTB untuk terus menjaga kepercayaan terhadap sistem, sambil tetap mengawal dengan cara yang bijak dan berimbang. ***
Penulis : SN-01
Editor : SuluhNTB Editor