SULUHNTB.COM – Nama Losanda Oktadinata, atau yang akrab disapa Asli di kalangan komunitas BMX, telah lama bersinar di panggung olahraga ekstrem nasional hingga internasional.
Namun, di balik sederet prestasi yang membanggakan, perjalanan atlet asal Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat ini jauh dari kata mudah.
Asli mulai menekuni dunia sepeda BMX sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ketertarikannya terhadap atraksi akrobatik dengan sepeda — atau yang populer dengan istilah jungkir balik BMX — terus diasah secara otodidak, tanpa dukungan fasilitas resmi dari pemerintah daerah.
Kemampuan Asli mulai mencuri perhatian dunia ketika ia menjuarai event virtual internasional yang digelar di Amerika Serikat saat masa pandemi Covid-19 tahun 2019.
Tak berhenti di situ, ia juga mengukir prestasi gemilang di Malaysia Timur Gathering dengan memboyong gelar juara 1 dan 2, serta mengharumkan nama Indonesia di ajang kejuaraan di Brunei Darussalam di tahun yang sama.
Ironisnya, untuk dapat tampil di kejuaraan luar negeri tersebut, seluruh biaya ditanggung oleh pihak sponsor dari negara penyelenggara.
“Dari pemerintah Indonesia, sama sekali tidak ada bantuan. Bukan minim — tapi tidak ada,” tegas Asli.
Ketangguhannya kembali terbukti saat ajang Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII 2025 di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Asli berhasil menyabet dua medali emas pada nomor BMX Street Park Bestrick dan BMX Bunnyhop — sebuah pencapaian yang seharusnya mendapat perhatian lebih besar dari pemerintah daerah, khususnya Lombok Barat.
Namun di balik kemenangan itu, Asli menyimpan kegundahan. Minimnya fasilitas dan tidak adanya program pembinaan atlet dari pemerintah daerah membuat perjuangan para rider seperti dirinya menjadi semakin berat.
“Fasilitas dan pembinaan di daerah masih sangat terbatas,” ujarnya seusai menerima trofi kemenangan pada Minggu, 27 Juli 2025.
Ia berharap, momentum FORNAS ini bisa membuka mata pemerintah daerah akan potensi besar olahraga ekstrem seperti BMX. Asli percaya, jika diberi ruang dan dukungan yang layak, akan banyak generasi muda NTB yang mampu bersaing di level nasional dan internasional di cabang BMX.
“Kalau tersedia fasilitas yang memadai, insyaallah akan banyak anak-anak NTB yang bisa menekuni BMX dan menjadi atlet andal,” tambahnya.
Asli menegaskan, kualitas atlet sangat bergantung pada ketersediaan sarana latihan, intensitas kompetisi, dan keberlanjutan pembinaan. Ia bahkan menyarankan agar minimal enam event digelar dalam setahun guna menjaga performa para rider.
Kisah Losanda Oktadinata adalah cerminan nyata semangat juang seorang atlet berbakat yang harus bertarung bukan hanya di lintasan, tetapi juga melawan ketidakpedulian sistem. Tanpa infrastruktur dan pembinaan yang mendukung, talenta sekelas Asli terancam berkembang setengah hati — padahal dunia sudah mengakui kemampuannya.***
Penulis : SN-01
Editor : SuluhNTB Editor