SULUHNTB.COM- Sejumlah wali murid penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) di SDN 1 Sigar Penjalin, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat (NTB), diduga menjadi korban pungutan liar (pungli) oleh oknum calo. Dugaan ini mencuat setelah sejumlah wali murid melaporkan adanya oknum yang meminta sejumlah uang sebagai imbalan atas bantuan pencairan dana PIP.
Kepala SDN 1 Sigar Penjalin, Hj. Baiq Nurhasanah, mengaku terkejut mendengar kabar tersebut. Ia baru mengetahui adanya praktik pungli ini setelah menerima keluhan dari wali murid yang merasa keberatan karena harus membayar biaya jasa kepada oknum yang mengaku bisa membantu mencairkan dana PIP.
“Saya kaget mendengar kabar ini. Kok bisa ada pemotongan dana mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 250 ribu? Padahal, rekening PIP itu langsung diserahkan ke wali murid, dan merekalah yang mengurus pencairan dana ke bank,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Hal yang menjadi perhatian pihak sekolah adalah bagaimana oknum tersebut bisa mengetahui data penerima bantuan PIP. Kepala sekolah menduga ada pihak dalam yang membocorkan informasi tersebut.
“Kok bisa data rahasia sekolah sampai diketahui oleh oknum ini? Ini menjadi bahan kecurigaan. Pasti ada pihak dalam yang memberikan informasi. Saya akan menelusuri lebih lanjut untuk mencari tahu siapa yang membocorkan data tersebut,” tegasnya.
Untuk mencegah kejadian serupa, pihak sekolah akan menerapkan kebijakan baru, yakni mewajibkan setiap pencairan dana PIP mendapatkan tanda tangan kepala sekolah terlebih dahulu.
“Saya minta kepada semua guru dan staf sekolah bahwa jika tidak ada tanda tangan saya, dana PIP tidak bisa dicairkan. Ini agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” tambahnya.
Selain itu, pihak sekolah juga akan segera mengumpulkan seluruh wali murid penerima PIP untuk memberikan penjelasan terkait prosedur pencairan dana yang benar dan memastikan tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan situasi.
Menurut pengakuan wali murid, oknum tersebut meminta uang dengan dalih sebagai “jasa bantuan pencairan.” Namun, dalam praktiknya, ia menetapkan tarif tertentu, bukan sekadar berdasarkan kerelaan. Besaran uang yang diminta bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 350 ribu per siswa.
“Kami kasih Rp 50 ribu, tapi dia tidak mau terima. Kami tambah Rp 20 ribu baru dia mau. Banyak juga yang dimintai sampai Rp 200 ribu, bahkan ada yang Rp 300 ribu,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Saat dikonfirmasi media, oknum yang diduga terlibat pungli ini enggan memberikan klarifikasi. Ia hanya bersedia berkomentar jika dipertemukan langsung dengan para korban.***