“Ya masa nggak paham?” ujar tokoh kharismatik NTB sekaligus Ketua Umum PB NWDI Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi saat ditanya perihal dukungannya di Pemiliham Gubernur (Pilgub) NTB 2024. Hal itu disampaikan TGB tatkala bersama sahabat karibnya, Zulkieflimansyah menonton final race MotoGP Mandalika 2024, Ahad kemarin.
Kalimat TGB itu, lebih terang dari cahaya. Tegas dan tandas. Ada yang ragu? Ada. Itu dari kalangan jamaahnya. Spesifiknya bukan jamaah secara umum. Tapi pengikut TGB, yang selama bertahun-tahun, mengimami TGB, sang imam, segelintir orang yang ‘menjual’ jemaah. Kenapa mereka ragu? Bahkan cenderung menutup mata dan hati mereka atas pernyataan tersebut? Entahlah, saya juga belum menemukan jawaban atas kerisauan ini.
Kelompok ini, kita tahu orang-orangnya. Yang lebih miris. Mereka bilang “Biarkan saja TGB dukung Zul, jamaah pilih Ummi Rohmi”. Ya Rabb, semoga saya tak salah. Ini sungguh menampar muka TGB. Wajar TGB marah? Sangat wajar. Tapi apakah TGB menyampaikan kemarahannya? Tidak. TGB tetap bersikap bijak. Menyampaikan dengan cara teduh. Mengajak. Berkali-kali, TGB mengingatkan kepada jemaah “Jangan bernafsi-nafsi. Nanti malu sendiri. Mempertontonkan ketidakkompakan kita pada jamaah”.
Itu kalimat tegas dari TGB. Tapi masih saja, ada yang tak paham, tepatnya, tak mau paham. Mereka, terang-terangan, melawan perintah TGB. Menolak amanatnya. Kepanikan kelompok ini terbaca. Tampak vulgar dan cenderung lucu. Kepanikan pertama, niat sekali, kelompok ini, mengedit foto TGB yang sebelumnya dua jari menjadi satu jari. Sesuai nomor urut Rohmi. Ini menggelitik. Kalau tak panik, mengapa mesti diedit-edit? Lucunya lagi, elite-elite atau para pekatiknya, menyebarluaskan foto editan tersebut. Ini kebohongan publik. Mereka menyebarkan hoaks, dengan sengaja. Padahal, mereka ini ngakunya intelek.
Kita ingat, pidato Ummi Rohmi saat pengundian nomor urut di Pilgub NTB 2024. Rohmi berseru dan mengajak untuk menciptakan Pilgub NTB yang berkualitas, adu gagasan, menghindari fitnah. Lah, belum sepekan, tim pendukungnya bersikap berbeda. Ini petanda apa selain panik? Bung, sekali lagi, jangan melawan TGB. Saya ingatkan, “TGB itu Imam-mu, imam kita, ingat itu. Tokoh yang kau hormati, yang kau dengar petuahnya. Jangan kau pilih-pilih untuk meyakini kalimatnya. Hati-hati, nanti kau kualat dengannya. Hal menggelitik kedua, kepanikan berikutnya, mereka merilis survei. Survei Pilgub, yang ditampilkan, survei mereka saja. Lucu lagi.
Saya membaca lebih jauh, lebih panjang. Kalaulah sikap orang-orang ini, sekelompok orang ini, tetap begini, melawan TGB, merekalah yang memercikkan api dari dalam. Merusak, mengganggu keharmonisan organisasi. Jujur saja, kita adalah dari kelompok yang sama, organisasi yang sama, tapi saya khawatir dengan sikap kalian. Sangat khawatir. Kalau kalian tetap melawan, tunggu kehancuran.
Dari sanubari yang paling dalam, sejujur-jujurnya, saya kasihan dengan TGB. Kok tega sekelompok orang ini memperlakukan beliau dengan cara demikian? Apa alasannya? Mengapa mereka berani sekali bertindak seperti ini? Sungguh, di luar nalar. Ada yang bilang “Biarin saja TGB pilih Zul sendiri”. Ya Allah, kok mereka bicara begini? Bagaimana geramnya TGB mendengar kalimat seperti ini? Tidakkah mereka memikirkan itu?
Tentu, pilihan TGB mendukung Zulkieflimansyah bukan tanpa alasan. Kita percaya, ijtihad politik TGB pasti telah mempertimbangkan banyak hal. Mengapa ragu? Mengapa pura-pura tak tahu? Ayo, kita mawas diri. Jangan bernafsi-nafsi. Saya berpikir begini, kalaulah TGB merestui Ummi Rohmi, beliau sudah menyampaikan secara terbuka. Sebagaimana yang dilakukan kepada kakaknya, Syamsul Luthfi. Tapi, TGB hanya sampaikan dukungan ke Zul dan Luthfi. Ini terang benderang.
Mari, selami lagi jiwa kita. Tanyakan pada diri kita. Mengapa kita bersikap demikian pada TGB? Sang Imam kita. Mengapa kita memperlakukan TGB seperti ini. Mari introspeksi diri. Perbaiki hati kita. Jangan hanya karena kesenangan sesaat, kita melawan perintah organisasi. Jangan.